Bukan salah Ibunda

Sabtu, 22 Desember 20120 komentar

Bisa jadi bukan kehendak hati untuk hidup dengan tenaga yang tereskploitasi. Keadaanlah yang memaksa para perempuan untuk keluar rumah. Himpitan hidup membuat hati dan tubuh berontak, tak mau berdiam diri melihat suami kesulitan mendapat pekerjaan. 

Para perempuan yang dipaksa oleh keadaan, rela dibayar dengan murah. Sekeras apapun bekerja, himpitan hidup tak juga berakhir. Gaji yang memang di bawah standar tak bisa mengejar meroketnya biaya hidup. Semakin keras kerja para perempuan, semakin tereksploitasi para perempuan. Dan semakin jauh pula para perempuan dari peran utama mereka sebagai manajer rumah tangga.

Ironinya, pemerintah malah mengacungi jempol para perempuan yang tak lebih dari "sapi perahan". Pujian seringkali disampaikan. Perempuan hebat penopang ekonomi keluarga penggerak perekonomian negara. Padahal itu semua adalah racun berbalut madu. 

Negara membiarkan eksploitasi terhadap perempuan. Eksploitasi perempuan yang sebenarnya hanyalah demi kepentingan pemilik modal, yang menginginkan usaha mereka terus berjalan dan negara pun bisa mengambil keuntungan dari pajak yang disetor. Dengan begitu, simbiosis mutualisme pengusaha dan negara akan tetap terpelihara. 

Para penguasa negara yang telah berkorban materi demi meraih tampuk kekuasaan, tentu tak mau melewatkan masa kekuasaan mereka. Berusaha mengembalikan modal atau bahkan mendapat keuntungan berlipat ganda. 

Wajar jika di negeri kapitalis seperti ini tak pernah ada cerita pejabat yang jatuh miskin setelah berkuasa, yang ada adalah semakin kaya. Jadilah penguasa mengelola negara ibarat perusahaan penghasil keuntungan. Bukan demi kesejahteraan seluruh rakyat, namun demi segelintir pemilik modal yang akan menjamin bertahannya kekuasaan hingga akhir masa jabatan. 

Maka menjadi wajar pula, jika kebijakan penguasa hanya menguntungkan pengusaha. Undang-undang Ketenagakerjaan yang mengizinkan eksploitasi terhadap perempuan, UU Penanaman Modal Asing yang semakin membuka kran liberalisasi dan swastanisasi adalah sebagian kecil produk negara yang sama sekali tak berpihak pada perempuan. 

Bukannya memuliakan perempuan, keberadaan UU tersebut hanya membuat kaum perempuan semakin menderita. Kebijakan negara yang kapitalistik dan campur tangan asing telah membuat perempuan sengsara. (Nur Aini, S.Si )
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BUNDA ADIST - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger